Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Kamis, Januari 17, 2013

Pemberian obat


TINDAKAN KEPERAWATAN
PEMBERIAN OBAT DENGAN INJEKSI, PER ORAL, SUPOSITORIAL DAN OBAT TETES
Oleh
Anik Indriono, S.Kep., Ns.

A.    PEMBERIAN OBAT PARENTRAL (INJEKSI)
1.    Pengertian Injeksi:
Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara menusuk jaringan ke dalam otot atau melalui kulit. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril.
2.    Tujuan Injeksi
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyerapan (absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.
3.    Indikasi
Injeksi biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Apabila klien tidak sadar atau bingung, sehingga klien tidak mampu menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan obat klien dilakukan dengan pemberian obat secara injeksi.
Selain itu, indikasi pemberian obat secara injeksi juga disebabkan karena ada beberapa obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak direarbsorbsi oleh usus. Pemberian injeksi bisa juga dilakukan untuk anastesi lokal.
4.    Kontra Indikasi
-          Jangan menusukkan pada pasien di area infeksi karena dapat memasukkan bakteri ke jaringan yang lebih dalam.
-          Pada pasien yang sulit mengalami pembekuan darah /  hemofilia karena dapat memicu perdarahan (bleeding)

5.    Hal hal yang harus diperhatikan
-       Memberikan injeksi merupaka prosedur invasif yang harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril. Setelah jarum menembus kulit,akan muncul resiko infeksi maka perlu diperhatikan keseterilan jarum dan tempat injeksi.
-       Perawat memberi obat secara parenteral melalui rute SC, IM, ID, dan IV maka harus di baca labelnya dan pahami mana obat yang di perbolehkan untuk rute tindakan tersebut.
-        Setiap tipe injeksi membutuhkan keterampilan tertentu untuk menjamin obat mencapai lokasi yang tepat.
-       Efek obat yang diberikan secara parenteral dapat berkembang dengan cepat, bergantung pada kecepatan absorbsi obat. Perawat harus mengobservasi respons klien dengan ketat.
-       Karakteristik jaringan mempengaruhi absorbsi obat dan awitan kerja obat, maka sebelum menyuntikkan sebuah obat, perawat harus mengetahui volume obat yang diberikan, karaktersitik dan viskositas obat, dan lokasi struktur anatomi tubuh yang berada di bawah tempat injeksi.
-       Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi tidak diberikan secara tepat. Kegagalan dalam memilih tempat injeksi yang tepat, sehubungan dengan penanda anatomis tubuh, dapat menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau tulang selama insersi jarum.
-       Apabila perawat gagal mengaspirasi spuit sebelum menginjeksi sebuah obat, obat dapat tanpa sengaja langsung di injkesi ke dalam arteri atau vena.

6.    Jenis injeksi:
Macam-macam Injeksi dapat di golongkan sebagai berikut:
a.       Intra Muscule (IM)
Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah. Dengan injeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Guna memperlambat reabsorbsi dengan maksud memperpanjang kerja obat, seringkali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, umpamanya suspensi penisilin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot pantat yang tidak banyak memiliki pembuluh dan saraf. Tempat injeksi yang baik untuk IM adalah pada otot:
-          Vastus Lateralis, Ventrogluteal, Dorsogluteus, Deltoid

b.      Intra Vena (IV)
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloid darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini “benda asing” langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock.
Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi i.v sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik lamanya.
Tempat yang sering untuk injeksi yaitu: Vena brachialis, Sefalika dan Biasanya pada tempat khusus injeksi pada selang infus jika pasien terpasang infus.


c.       Intra Cutan (IC)
Memasukan obat kedalam jaringan kulit, intracutan biasa digunakan untuk mengetahui sensitivitas tubuh terhadap obat yang disuntikan  dan cara menyuntikanya obat dengan sudut jarum injeksi dengan sudut 5-15 drajat, setelah itu tunggu reaksi obat antara 10-15 menit. Misal skin test pada obat cefotaxime.
d.      Sub Cutan (SC)
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin pada penyakit gula.
Tempat yang paling tepat untuk melakukan injeksi subkutan meliputi area vaskular di sekitar bagian luar lengan atas, abdomen dari batas bawah kosta sampai krista iliaka, dan bagian anterior paha. Tempat yang paling sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen. Tempat yang lain meliputi daerah scapula di punggung atas dan daerah ventral atas atau gloteus dorsal. Tempat yang dipilih ini harus bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, dan otot atau saraf besar dibawahnya.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil yang larut dalam air (0,5 sampai 1 ml). Jaringan SC sensitif terhadap larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume besar. Kumpulan obat dalam jaringan dapat menimbulkan abses steril yang tak tampak seperti gumpalan yang mengeras dan nyeri di bawah kulit. Sudut penyuntikkanya adalah 40-45 drajat secara pelan.

B.     PEMBERIAN OBAT PER ORAL (MELALUI MULUT)
Pengertian :
Yang dimaksud pemberian obat per oral adalah pemberian obat melalui mulut
Tujuannya adalah:
-       Menyediakan obat yang memiliki efek lokal atau sistemik melalui saluran oral
-       Menghindari pemberian obat yang menyebabkan rusaknya kulit dan  jaringan
-       Menghindari pemberian obat yang menyebabkan nyeri
Pemberian obat  harus memperhatikan prinsip  7 benar obat agar aman bagi pasien yaitu sebagai berikut:
1.       Klien yang  benar
Klien yang benar dapat di pastikan dengan cara memeriksa gelang identifikasi klien yaitu:  No. Register, nama lengkap klien, alamat klien, dll, jika pasien sadar suruh pasien menyebut namanya sendiri.
2.      Obat yang benar
Untuk memastikan benar obat pastikan obat yang di berikan harus sesuai yang di resepkan oleh dokter yang merawat, dan pastikan membaca label obat sampai 3 kali yaitu saat : melihat kemasan obat, saat menuang obat dan sesudah menuang obat.
3.      Dosis yang benar
Untuk mendapatkan dosis yang benar perawat harus melihat dosis yang diresepkan dokter, dan harus mengkaji ulang berat badan pasien agar mendapatkan dosis yang tepat jika obat tersebut di berikan berdasarkan mg/kg BB

4.      Waktu yang benar
Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh (t) obat panjang atau pendek, jika t panjang pemberian 1x24 jam, jika t pendek 3x24 jam dan t sedang 2x24 jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu obat diberikan stelah makan atau sesudah makan.
Misal obat untuk menetralisir getah lambung harus diminum sebelum makan, dan obat dengan reaksi kuat harus di minum sesudah makan.
5.      Rute yang benar
Maksudnya adalah kita harus mengetahui lewat rute mana obat tersebut harus diberikan oral atau parentral, jika oral apakah : oral, buccal, sublingual. Dan jika parentral/injeksi apakah harus: iv, im, sc, ic.
6.      Penjelasan tujuan pemberian obat yang benar
Adalah memberikan penjelasan tujuan, reaksi dan efek samping pemberian kepada pasien atau keluarga pasien dengan komunikasi yang benar
7.      Dokumentasi yang benar
Dokumentasi sangat penting jadi setelah memberikan obat kita harus segera memasukkan obat ke format dokumentasi dengan benar. Fungsi dokumentasi adalah sebagi catatan perkembangan pasien dan sebagai alat untuk bukti melakukan suatu tindakan.
Teknik pemberianya adalah dengan melalui:
1.      Oral  Langsung ke illium
            Pemberian obat  melalui mulut merupakan cara paling mudah dan paling sering digunakan. Obat yang digunakan biasanya memiliki onset yang lama dan efek lebih lama
2.      Sublingual
            Obat yang diberikan melalui sublingual, dirancang agar segera diabsorbsi setelah diletakan dibawah lidah. Obat ini tidak boleh ditelan, karena jika ditelan efek yang diharapkan tidak dapat dicapai. Selain itu klien tidak diperkenankan minum sebelum obat menjadi larut. Obat yang biasa diberikan antara lain : Nitroglyserin

3.      Buccal
            Obat yang solid diberikan pada mukosa pipi hingga obat terlarut. Bila obat diberikan beberapa kali, klien diminta untuk menggunakan sisi pipi secara bergantian, untuk mencegah terjadinya iritasi. Klien tidak boleh mengunyah atau menelan obat. Obat ini hanya bekerja pada mukosa atau jika telah tertelan akan bekerja secar sistemik. Meskipun pemberian obat melalui mulut lebih mudah, serta disukai oleh klien, akan tetapi ada beberapa klien tidak diperkenan melakukanya.
                                    Pemberian obat melalui oral tidak diperbolehkan pada klien yang memilikigangguan fungsi gastrointestinal,motilitas menurun (misalnya setelah anestesigeneral(, serta pasca operasi sistim gastrointestinal. Selain itu medikasi oral juga tidak diperkenankan pada klien dengan gastric suction.
                                    Kerugian yang terdapat pada medikasi oral adalah klien yang tidak sadar sepenuhnya, tidak dapat menelan atau meletakan obat dibawah lidah. Medikasi oral dapat menimbulkan rasa tidak enak dan dapat merusak lintasan gastrointestinal, perubahan warna pada gigi.

C.    PEMBERIAN OBAT SUPOSITORIA (MELALUI RECTAL)
Pengertian:
Memberikan obat-obat tertentu melaui anal atau rektal yaitu dengan cara mengoleskan obat dan memasukkan obat suppositoria
Mengoleskan obat:
Tujuanya sebagai pengobatan atau mengurangi rasa sakit atau nyeri hemoroid, luka/ fisura pada anus
Memasukkan Suppositoria Rektal
Tujuan: Pengobatan, mengurangi rasa sakit, otot pernafasan menjadi dilatasi, feses menjadi lunak dan buang air besar menjadi terangsang.
Dilakukan pada pasien dengan penyakit hemoroid misalnya obat anusol, Penyakit asma bronkhial misalnya obat aminopilin, konstipasi misalnya profenit.
Aminopilin supositoria bekerja secara sistemik untuk mendilatasikan bronkhial respiratori, dulkolak untuk meningkatkan defekasi yang bekerja secara lokal. Perawat harus memperhatikan terutama pada penempatan supositoria  dengan benar pada dinding mukosa rektal, melewati spinter anal interna sehingga supositoria tidak akan dikeluarkan klien yang mengalami pembedahan, pada kasus perdarahan rektal tidak boleh diberikan obat supositoria.

D.    PEMBERIAN OBAT TETES
Pengertian adalah
Pemberian obat dengan cara meneteskan ke organ tertentu untuk mengobati suatu infeksi dan atau untuk mendilatasikan organ (mata).
Menurut jenis organnya maka pengobatan di bagi sebagai berikut:
1.        Tetes Mata
       Obat Tetes mata adalah obat yang di teteskan pada mata yang berbentuk cairan steril
       Obat Tetes mata dapat di golongkan sebagai berikut:
a.         Obat tetes mata antiseptik (kartikosteroid) dan  anti infeksi
Obat mata golongan antiseptik dan antiinfeksi digunakan pada gangguan mata karena adanya infeksi oleh mikroba, masuknya benda asing ke dalam kornea mata atau kornea mata  mengalami luka/ulkus
Kandungan obat antiseptik dan antiinfeksi mata selain pembawa yang harus steril dan inert (tidak menimbulkan efek pada mata atau tidak bereaksi dengan zat aktifnya/obat) dalam bentuk tetes atau salep, juga zat aktifnya merupakan antibiotik/antiseptik atau antivirus dengan berbagai golongan.
Obat mata yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengatasi masalah mata seperti alergi, bengkak ataupun gatal.

Karena infeksi mata seringkali menyebabkan gejala gatal dan bengkak sehingga sediaan obat antiseptik mata sering dikombinasi dengan kortikosteroid untuk mengatasi gejala alerginya.
Berikut jenis zat aktif yang ada dalam obat antiseptik dan antiinfeksi mata :
1.       Sulfacetamid Na
Tersedia dalam bentuk sediaan tetes mata dengan kandungan zat aktif (Sulfasetamid Na) 10 %. Ciprofloxacin HCl
 Tersedia dalam bentuk sediaan tetes mata dengan kandungan zat aktif (Siprofloksasin HCl) 3 mg/mL atau 0,3%.
2.       Tobramycin
Tersedia dalam bentuk sediaan tetes mata dengan kandungan zat aktif (Tobramisin) 3 mg/mL atau 0.3%. Sedangkan sediaannya dalam bentuk salep mata juga mengandung 0,3 % zat aktif.

3.       Chloramphenicol dan kombinasinya
Tersedia dalam bentuk sediaan tetes mata dengan kandungan zat aktif (Kloramfenikol) 0,5% dan 1 %. Sedangkan sediaannya dalam bentuk salep mata juga mengandung 1 % zat aktif.
Obat mata yang mengandung Kloramfenikol biasa juga dikombinasi dengan Polymixin B Sulfat.

b.        Obat tetes mata midriatikum
Obat midriatikum adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil mata. Juga digunakan untuk siklopegia dengan melemahkan otot siliari sehingga memungkinkan mata untuk fokus pada obyek yang dekat. Obat midriatikum menggunakan tekanan pada efeknya dengan memblokade inervasi dari pupil spingter dan otot siliari. Obat untuk midriatikum bisa dari golongan obat simpatomimetik dan antimuskarinik, sedangkan obat untuk Siklopegia hanya obat dari golongan antimuskarinik. Obat midriatikum-siklopegia yang tersedia di pasaran adalah Atropine, Homatropine dan Tropicamide dengan potensi dan waktu kerja yang berbeda begitu juga kegunaan secara klinisnya.
c.         Obat tetes mata Miotikum
Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi dari pupil mata).
Obat ini di gunakan untuk Pengobatan glaukoma bertujuan untuk mengurangi tekanan di dalam mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada penglihatan. Obat Miotikum bekerja dengan cara membuka sistem saluran di dalam mata, dimana sistem saluran tidak efektif karena kontraksi atau kejang pada otot di dalam mata yang dikenal dengan otot siliari. Betaxolol dan Pilokarpin adalah contoh obat Miotikum yang sering digunakan. Betaxolol adalah senyawa penghambat beta adregenik.
d.        Obat tetes glaukoma
Pemilihan pengobatan glaukoma dapat dibagi berdasarkan jenis glaukomanya sebagai berikut :
1.       Glaukoma sudut terbuka
Obat tetes mata biasanya bisa mengendalikan glaukoma sudut terbuka.  Obat yang pertama diberikan adalah beta bloker (misalnya timolol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau metipranolol), yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan di dalam mata. Juga diberikan pilocarpine untuk memperkecil pupil dan meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine dan carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan).
Jika glaukoma tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak dapat ditolerir oleh penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior.
Digunakan sinar laser untuk membuat lubang di dalam iris atau dilakukan pembedahan untuk memotong sebagian iris (iridotomi).
2.       Glaukoma sudut tertutup
Minum larutan gliserin dan air bisa mengurangi tekanan dan menghentikan serangan glaukoma.
Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya acetazolamide). Tetes mata pilocarpine menyebabkan pupil mengecil sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat. Untuk mengontrol tekanan intraokuler bisa diberikan tetes mata beta blocker. Setelah suatu serangan, pemberian pilocarpine dan beta blocker serta inhibitor karbonik anhidrase biasanya terus dilanjutkan.
      Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh darah).
      Terapi laser untuk membuat lubang pada iris akan membantu mencegah serangan berikutnya dan seringkali bisa menyembuhkan penyakit secara permanen. Jika glaukoma tidak dapat diatasi dengan terapi laser, dilakukan pembedahan untuk membuat lubang pada iris. Jika kedua mata memiliki saluran yang sempit, maka kedua mata diobati meskipun serangan hanya terjadi pada salah satu mata.
3.       Glaukoma sekunder
      Pengobatan glaukoma sekunder tergantung kepada penyebabnya.Jika penyebabnya adalah peradangan, diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.
4.       Glaukoma kongenitalis
      Untuk mengatasi glaukoma kongenitalis perlu dilakukan pembedahan.
2.        Tetes Hidung
Obat tetes hidung adalah suatu obat yang digunakan untuk pilek, mengandung dekongestan topikal. Selain dalam bentuk tetes hidung, dekongestan topikal juga dapat berbentuk obat semprot hidung.
Dekongestan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
·         Dekongestan Sistemik, seperti pseudoefedrin, efedrin, dan fenilpropanolamin. Dekongestan sistemik diberikan secara oral (melalui mulut). Meskipun efeknya tidak secepat topikal tapi kelebihannya tidak mengiritasi hidung.
·         Dekongestan Topikal, digunakan untuk rinitis akut yang merupakan radang selaput lendir hidung. Bentuk sediaan dekongestan topikal berupa balsam, inhaler, tetes hidung atau semprot hidung.Dekongestan topikal (semprot hidung) yang biasa digunakan yaitu oxymetazolin, xylometazolin yang merupakan derivat imidazolin. Karena efeknya dapat menyebabkan depresi Susunan saraf pusat bila banyak terabsorbsi terutama pada bayi dan anak-anak, maka sediaan ini tidak boleh untuk bayi dan anak-anak.
Indikasi:
-          Rinitis akut (peradangan pada selaput mucosa hidung karena infeksi)
Kontra Indikasi:
-          Pilek / penyumbatan oleh muskus pada hidung yang  dapat diatasi dengan terapi obat-obatan influenza.
-          Pilek bukan karena alergi suatu agen, jika pilek disebabkan oleh agen maka hindari agen tersebut.
-          Bayi dan anak-anak
-          Penderita hipertensi

Hal-hal yang perlu diperhatikan :
-          Teteskan obat ini ke cuping hidung secara hati-hati, sehingga tidak mengalir keluar atau tertelan.
-          Usahakan agar ujung penetes tidak menyentuh cuping hidung, untuk menghindarkan penularan.
-          Jangan melebihi dosis yang dianjurkan.
-          Penggunaan obat pada pagi dan menjelang tidur malam, dan tidak boleh digunakan lebih dari 2 kali dalam 24 jam.
-          Hati-hati pada penderita Hipertensi karena obat ini menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah.

Efek yang tidak diinginkan :
Efek samping sistemik hampir tidak ada, kecuali pada bayi/anak dan usia lanjut yang lebih peka terhadap efek sistemik. Namun ada efek samping lain akibat vasokonstriksi lokal secara cepat yaitu, jika pemberian obat tetes hidung ini dihentikan, dapat terjadi sumbatan hidung yang lebih berat. Sumbatan sekunder ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan setempat dan mengganggu bulu hidung.

3.        Tetes Telinga
       Tetes telinga atau larutan otic adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air tetepi glisein agar obat dapat menempel pada mucosa. Kandungan obat tetes telinga adalah Chloramphinicol.
       Indikasi:
       Infeksi superfisial pada telinga luar oleh kuman gram positif atau gram negatif yang peka terhadap Chloramphenicol.
       Cara penggunaan : Teteskan larutan langsung ke lubang telinga sesuai indikasi
       Yang perlu di perhatikan:
-          Hindarkan penggunaan jangka lama karena dapat merangsang hipersensitivitas dan superinfeksi oleh kuman yang resistan.
-          Obat tetes ini hanya bermanfaat untuk infeksi yang sangat superfisial, infeksi yang dalam memerlukan terapi sistemik.
-          Efek samping:
Iritasi lokal, seperti gatal, rasa panas, dermatitis vesikuler dan mukolopapular.


E.     LAMPIRAN PROSEDUR PEMBERIAN OBAT

NO
ASPEK YANG DINILAI

Fase Orientasi
1
Mengucapkan salam
2
Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
3
Menjelaskan langkah prosedur
4
Melakukan kontrak waktu dan menanyakan persetujuan klien
5
Menjaga privasi klien

Fase Kerja
1
Mencuci tangan
2
Memakai sarung tangan
3
Menyiapkan obat sesuai prinsip 7 benar obat
4
Mengatur posisi klien
5
Memasang pengalas
6
Mendekatkan alat

A.  Injeksi Intramuskuler (IM)

Ambil obat dari ampul atau vial ingat jarum usahakan tidak menyentuh bagian luar ampul dan jangan sampai ujung jarum men yetuh dasar ampul karena dapat tumpul, jika obat dalam kemasan vial gunakan jarum steril lain untuk mengambil obat kemudian sambungkan  jarum yang baru tujuanya agar tidak tumpul. Perlu diingat jika penusukannya pada karet selang infus tidak perlu mengganti jarum.
Pastikan tidak ada udara dalam spuit sebelum di injeksikan

Menentukan area penyuntikan misal: gluteal

Melakukan desinfeksi pada area yang ditentukan

Melepaskan tutup jarum dengan menggunakan teknik satu tangan

Masukkan jarum kedalam muskulo dengan sudut 900  dengan tangan yang tidak dominan meregangkan atau mencubit sekitar area penyuntikan (disebutkan)*

Mengaspirasi dan mengobservasi jika ada darah yang masuk ke dalam spuit,  jika ada darah cabut jarum dan pilih area yang baru atau dapat di serongkan ke arah lain agar tidak terdapat darah.

Jika diaspirasi tidak ada darah maka masukkan obat pelan-pelan

Mencabut jarum sambil menekan tempat tusukan dengan kapas alkohol. Massage bagian tsb

Mengobservasi adanya perdarahan superfisial

Menutup jarum dengan teknik satu tangan

Mengambil perlak dan pengalas

Melepas sarung tangan

Mengembalikan klien pada posisi yang nyaman

Merapikan pasien

B.    Injeksi Intracutan (IC)

Menentukan area penyuntikan

Melakukan desinfeksi pada area yang ditentukan

Melepaskan tutup jarum dengan menggunakan teknik satu tangan

Memasukkan jarum dengan sudut 150, dengan tangan yang tidak dominan meregangkan area sekitar penyuntikan*

Memasukkan obat pelan-pelan sampai tampak bulatan menonjol

Menarik jarum dan jangan melakukan masage. Tandai bulatan yang menonjol dengan pena

Menutup jarum dengan teknik satu tangan

Mengambil perlak dan pengalas

Melepas sarung tangan

Mengembalikan klien pada posisi yang nyaman

Merapikan pasien

C.    Injeksi Subkutan (SC)

Menentukan area penyuntikan

Melakukan desinfeksi  pada area yang ditentukan

Melepaskan tutup jarum dengan menggunakan teknik satu tangan

Memasukkan jarum dengan sudut 450, dengan tangan yang tidak dominan meregangkan area sekitar penyuntikan

Memasukkan obat pelan-pelan

Mencabut jarum sambil menekan tempat tusukan. Massage bagian tsb kecuali kontraindikasi

Menutup jarum dengan teknik satu tangan

Melepas sarung tangan

Mengembalikan klien pada posisi yang nyaman

Merapikan pasien

D.     Supositoria

Membantu klien pada posisi Sim, jaga agar hanya pada bagian anus saja yang terbuka

Keluarkan supositoria dari bungkusnya, lumasi ujung supositoria dan tangan yang dominan dengan dengan jely atau pelumas larut air

Minta klien tarik nafas dalam dengan perlahan melalui mulut agar spingter anus relaksasi*

Retraksi bokong dengan tangan tidak dominan. Masukka supositoria dengan perlahan melalui anus melalui sfingter internal dan kearah dinding rektum, 10 cm pada dewasa 5 cm pada anak dan bayi*.

menganjurkan klien untuk menahan ±15 menit agar obat tidak keluar sehingga bereaksi optimal

melepas sarung tangan

Fase Terminasi
1
Mengevaluasi respon klien
2
Membereskan alat
3
Mencuci tangan
4
Mengucap salam
5
Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

Prosedur pemberian obat tetes:
1.         Mata:

PROSEDUR
RASIONAL
   1. Cuci tangan

   2. Pakai sarung tangan jika terdapat secret

   3. Bersihkan mata dengan kapas basah lebih dulu jika ada secret
   4. Jelaskan prosedur kepada klien


2.      Cek nama obat, dosis dan tanggal kadaluwarsa obat

3.      Anjurkan klien tengadah dan melihat keatas
4.      Tarik kelopak bawah ke bawah melalui tulang pipi, pegang kulit palpebra bawah dengan ibu jari dan jari telunjuk serta tarik ke depan
5.      Pegang botol seperti memegang pensil dengan ujung di bawah
6.       Letakkan pergelangan tangan yang memegang botol pada pipi klien
7.      Tekan botol secara pelan pada fornix inferior
8.      Secara pelan lepaskan  palpebra bawah

9.      Instruksikan klien untuk menutup mata secara perlahan, jangan menekannya

10.   Tunggu 5 – 10 menit sebelum meneteskan obat tetes yang lain
Menghilangkan mikroorganisme permukaan

Melindungi dari pemajanan terhadap sekresi

Mengurangi kecemasan klien

Menjamin ketepatan medikasi (obat yang dapat mengalami perubahan struktur kimia)

Memposisikan kepala untuk jalan termudah pada struktur mata

Membentuk kantong tempat meneteskan obat mata

Memudahkan mengontrol botol



Mengarahkan botol ke bola mata tanpa menyentuh bola mata atau bulu mata
Memungkinkan tetesan jatuh kedalam kantong

Mencegah tumpahnya obat

Mencegah Obat terdorong keluar mata

Meratakan obat (penekanan menyebabkan obat tertekan ke dalam system nasolakrimalis yang menurunkan absorpsi obat
Meningkatkan absorpsi obat yang maksimal

·         Catatan:
-          Tetes mata jangan dihangatkan sebelum penetesan, karena panas dapat mempenagruhi kestabilan struktur kimia obat
-          Laporkan pada dokter apabila setelah penetesa obat mata, klien mengeluh adanya iritasi kulit atau rasa panas / kaku karena mungkin merupakan petunjuk adanya alergi.
Referensi 
Potter and Perry. (2004). Fundamental of nursing:Concepts,process & practice. Fourth Edition.St. Louse, Missouri: Mosby-year Book,Inc.
Enykus, 2003, keterampilan dasar dan prosedur perawatan dasar, ed 1. Semarang, Kilat press
Pery, Anne Griffin, Potter, patricia A.,(1999). Fundamental Keperawatan Konsep proses dan praktek.EGC: Jakarta



4 komentar:

Unknown mengatakan...

Salam sejahtera selalu pembaca yang budiman, tidak keberatankan kalau saya meminta anda meninggalkan coment atau vote demi perbaikan blog ini, terimakasih

hanakochie mengatakan...

izin copas buat referensi tugas :)

Unknown mengatakan...

sekarang ini prinsip obat itu yang dipakai yg mana ??
7 benar, 6 benar atau 12 benar ???

Unknown mengatakan...

Terima kasih Postingannya....

Posting Komentar